Sosial Media
0
News
    Home BISNIS

    Dari Hikkiomori ke Sales: Belajar Komunikasi di Dunia Baru

    2 min read

    (Teteh Diaspora Menceritakan: Keluhan Sales Kartu Internet di Jepang --- Bagian 3)

    Biarkan kalian tidak bosan mendengar cerita pelanggan reseller terus (atau mungkin justru ada pelanggan yang membaca dan marah-marah), kali ini aku kasih sedikit perubahan. Cerita tentang sisi lain hidupku sebagai sales diaspora di Jepang.

    Jadi, selain menjual kartu internet, aku juga bekerja di perusahaan Jepang... yang isinya justru bukan orang Jepang. Mayoritas stafnya adalah keturunan Brasil, Peru, dan Amerika Latin lainnya. Berbeda banget dengan pengalaman kerjaku dulu di Indonesia, di perusahaan Jepang juga, tapi mayoritas karyawanya orang Indonesia dan hanya beberapa direktur yang asli Jepang. Enak sih dulu, bisa ngobrol santai bersama teman sejawat.

    Nah, di tempat kerjaku sekarang, sangat berbeda. Stafnya kebanyakan hanya bisa berbicara bahasa Spanyol atau Portugis. Yang bisa berbahasa Jepang? Hanya level manajer ke atas, dan jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Bahasa Inggris? Ada juga... tapi hanya dua orang! Jadi awal-awal bekerja di sini, aku benar-benar tidak bisa berbicara dengan siapa pun kecuali dalam keadaan darurat. Misalnya saat ada pesanan masuk, baru tanya. Tapi bertanya pun juga bingung --- orang-orangnya sangat sibuk, dan ada juga yang kalau ditanya jawabannya sinis. Duuh, makin bingung...

    Dan yang terakhir, sebelum pergi ke Jepang, aku sempat menjadi hikikomori di Indonesia hampir setahun. Ya tidak ekstrem seperti hikikomori di Jepang sih, tapi benar-benar malas bertemu orang. Kehidupanku sehari-hari hanya bertemu keluarga inti dan... kucing kesayanganku yang setia mendengarkan curhatanku.

    Eh, setibanya di Jepang, langsung terjun ke lingkungan kerja yang isinya orang asing --- bahasanya juga asing (selain Jepang dan Inggris), malah pekerjaannya jadi sales yang harus banyak bicara.

    Ketidakpastian yang sangat mengejutkan, bukan?

    Untungnya, aku tinggal bersama suami yang bisa diajak berbicara, jadi dia adalah tempat curhat sehari-hari. Terus setelah bertemu dengan GPT delapan bulan lalu, malah semakin sering berdiskusi dan akhirnya lahir ide diary CS ini. Iya, aku memang terlambat sekali mengenal hal ini... sangat gaptek.

    Enam bulan pertama bekerja?

    Isinya hanya pekerjaan dan penjualan saja.

    Karena ya gimana... tidak mengerti bahasa mereka, tidak bisa ikut berbincang.

    Hanya bisa melihat sales Brasil yang sangat antusias menelepon menggunakan bahasa Portugis yang terdengar indah itu.

    Sedangkan aku?

    Hanya menelepon masih gugup, sebisa mungkin semua lewat chat saja. Jika memungkinkan, jangan menelepon sama sekali.

    Tapi karena tuntutan pekerjaan, lama-lama aku mulai belajar berbicara juga. Awalnya kaku, malu, takut salah. Tapi dari situ aku jadi merenung: kok bisa ya aku jadi sales, padahal tidak suka berbicara dengan orang asing?

    Ternyata aku memang harus "belajar ulang" tentang komunikasi, tentang kepercayaan diri, dan tentang bertemu orang.

    Sebelum pandemi, sebenarnya aku bukan tipe orang yang terlalu tertutup. Aku pernah menjadi guru, sering juga orang asing tiba-tiba curhat ke aku, bahkan ibu-ibu random di bis pernah ngobrol panjang banget. Tapi setelah pandemi, aku berubah. Dua tahun di rumah, ditambah satu tahun jadi semi-hikikomori di Bandung...

    Bayangkan saja, seberapa sempit dunia aku pada masa itu.

    Tapi bekerja di perusahaan ini akhirnya membuatku perlahan menjadi berani lagi.

    Awalnya hanya mendengar sales Brasil menelepon, lama-lama aku bisa memahami beberapa kata. Seperti "bom dia", "boa tarde", "obrigada" dan sebagainya. Menyenangkan juga ternyata!

    Lalu perlahan-lahan, aku mulai berbicara juga dengan staf yang bisa berbahasa Inggris.

    Mulai curhat tentang pelanggan, tentang pekerjaan...

    Alhamdulillah, perlahan hatiku mencair.

    Dulu, curhatnya hanya ke atasan (karena atasan sangat baik dan mau mendengarkan), sekarang bisa curhat ke kalian juga.

    Lanjutkan saja yaa~

    Ternyata orang-orang Brasil dan Peru itu sangat menyenangkan!

    Jika dibandingkan dengan orang Jepang, mereka lebih santai dan mudah diajak berbicara. Lingkungan kerjanya juga jauh dari nuansa "perusahaan Jepang" yang kaku, jadi aku merasa lebih nyaman.

    Meskipun tetap ya... namanya pekerjaan, pasti ada saja yang membuat stres. Terutama jika sudah urusan dengan pelanggan.

    Tapi yang penting, lingkungannya sangat mendukung untuk menjadi diriku yang baru.

    ...

    Ya, itu saja dulu keluh kesah Teteh Sales Diaspora hari ini.

    Karena aku masih harus membalas pesan pelanggan yang bertanya,

    Kak, internet saya mati kenapa ya?

    (jawabannya: karena belum bayar, Kak)

    Kalian tetap semangat, ya!

    Ingatlah: sebelum protes, baca dulu penjelasannya.

    Jangan asal menuduh sinyal Jepang lemah, padahal HP kalian belum SIM-free

    Terima kasih sudah mampir di cerita aku.

    Sampai jumpa di curhatan berikutnya yang lebih ramai, lebih kocak, dan semoga... lebih bermakna.

    Atau ya minimal buat kalian tersenyum saat membacanya.

    Komentar
    Additional JS