Babinsa Ikut Turun Sawah Panen Padi di Wajo: Dari Seragam Loreng ke Lumpur Persawahan
2 min read
PESANKU.CO.ID, WAJO - Saat matahari mulai terik di atas hamparan sawah Desa Ujungpero, sosok berseragam loreng terlihat membungkuk di antara petani. Bukan sedang patroli, tapi ikut memanen padi. Serma Hairuddin, Babinsa Koramil 1406-08/Sabbangparu, membuktikan bahwa tugas TNI bukan hanya soal senjata dan keamanan, tapi juga soal ketahanan pangan, Kamis (23/10/2025).
Kegiatan pendampingan panen padi ini bukan sekadar seremonial foto-foto di pinggir sawah. Serma Hairuddin benar-benar turun ke lumpur, bersama Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Sabbangparu, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Ujungpero, dan mahasiswa Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbantan) Gowa.
"Kami Babinsa akan terus hadir bersama para petani, mulai dari masa tanam hingga panen, sebagai bentuk dukungan terhadap ketahanan pangan nasional," ujar Serma Hairuddin sambil menyeka keringat di tengah sawah.
Pernyataan ini bukan retorika. Program pendampingan pertanian oleh Babinsa memang dirancang sistematis: mulai dari pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, hingga panen. Tujuannya jelas: memastikan produktivitas pertanian tidak mandek di tengah jalan dan petani tidak merasa berjuang sendirian.
Di era di mana generasi muda enggan bertani dan regenerasi petani menjadi masalah serius, kehadiran TNI di sawah membawa dampak psikologis yang kuat. Petani merasa dihargai, tidak lagi dipandang sebelah mata sebagai profesi kelas bawah.
Kepala BPP Sabbangparu mengapresiasi peran aktif Babinsa yang konsisten mendampingi petani di lapangan. Menurutnya, kehadiran TNI memberikan semangat tersendiri bagi para petani dan memperkuat sinergi antara aparat, penyuluh, dan masyarakat dalam mewujudkan kemandirian pangan.
Sinergi ini penting. Selama ini, program pertanian sering gagal bukan karena kurang teknologi atau bibit, tapi karena lemahnya koordinasi antarinstansi. Penyuluh pertanian punya ilmu tapi tidak punya akses. Petani punya lahan tapi tidak punya pendampingan. TNI punya struktur komando dan kepercayaan masyarakat, tapi tidak selalu terlibat di sektor produktif.
Ketika ketiga elemen ini bersinergi—seperti yang terjadi di Ujungpero—hasilnya nyata: petani lebih percaya diri, produktivitas meningkat, dan program pemerintah berjalan efektif.
Keterlibatan mahasiswa Polbantan Gowa dalam kegiatan ini juga strategis. Generasi muda ini diajak melihat langsung realitas pertanian, bukan hanya teori di kelas. Mereka belajar bahwa ketahanan pangan bukan soal angka di laporan, tapi soal lumpur di kaki dan keringat di dahi.
Para petani Desa Ujungpero menyambut baik kegiatan tersebut dan berharap kerja sama ini terus berlanjut demi meningkatkan hasil pertanian serta kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Wajo. Harapan mereka sederhana: jangan jadikan kami objek program sesaat, tapi mitra jangka panjang.
Banyak yang lupa bahwa TNI—khususnya TNI AD—punya sejarah panjang dengan pertanian. Dari program TMMD (TNI Manunggal Membangun Desa) hingga food estate, keterlibatan militer dalam sektor pangan bukan hal baru. Masalahnya, program-program ini sering sporadis, tidak berkelanjutan, dan terlalu fokus pada proyek besar daripada pendampingan rutin.
Apa yang dilakukan Serma Hairuddin di Ujungpero adalah pendekatan yang berbeda: hadir konsisten, skala kecil tapi berdampak langsung, dan membangun kepercayaan dari bawah. Ini bukan proyek bernilai miliaran rupiah, tapi kehadiran nyata yang mengubah sikap mental petani.(Wan)