Fenomena Kopi Pangku di Pantura yang Menginspirasi Reza Rahadian Membuat Film

Film karya Reza Rahadian yang pertama, Pangku (2025), terinspirasi dari fenomena kopi pangku yang marak di sepanjang Jalur Pantura Pulau Jawa.
---
PESANKU.CO.ID hadir di WhatsApp Channel, ikuti dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
PESANKU.CO.IDOnline.com -Baru-baru ini, orang-orang sedang membicarakan film Pangku (2025) karya Reza Rahadian. Dalam Busan International Film Festival (BIFF) 2025 yang dihelat pada pertengahan September lalu, film ini memenangkan empat penghargaan.
Di Indonesia, film Pangku telah tayang di bioskop sejak kemarin, 6 November 2025.
Seperti dikutip dari Kompas.com, empat penghargaan yang diraih oleh Pangku adalah KB Vision Audience Award, FIPRESCI Award, Bishkek International Film Festival-Central Asia Cinema Award, dan Face of the Future Award. Selain Pangku, beberapa karya lain yang meraih penghargaan dalam BIFF ke-30 adalah Malika, Kurak, Tiger, If on a Winter's Night, Shape of Momo, dan Black Rabbit, White Rabbit.
Pangku menggelar perdana dunia di BIFF 2025. Pemutaran perdana film Pangku dihadiri oleh para pemain dan filmmaker seperti Reza Rahadian, Arya Ibrahim, Claresta Taufan, Devano Danendra, Fedi Nuril, dan Nazira C Noer.
Pangku menceritakan tentang Sartika (Claresta Taufan), seorang ibu muda yang meninggalkan kota asalnya untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anaknya, namun justru terjebak dalam fenomena warung kopi pangku di Pantura. Di sana, dia bekerja di bawah Maya (Christine Hakim) dan jatuh cinta pada Hadi (Fedi Nuril).
Film ini menceritakan perjuangan Sartika dalam menghadapi dilema antara hutang budi, takdir, serta kesempatan untuk meraih kehidupan baru.
Untuk membuat ini, Reza Rahadian mengakui melakukan riset khusus tentang fenomena kopi pangku yang marak di jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Fenomena inilah yang menginspirasi lahirnya Pangku (2025).
Mengutip Kompas.com, riset untuk film Pangku ini dilakukan sejak Februari hingga Juni 2024 lalu. "Kami melakukan riset itu mungkin sekitar dari bulan Februari sampai Juni ya. Draft pertama lahir di bulan Juni," kata Reza saat ditemui di Jakarta Selatan, Senin (8/9/2025).
Reza melakukan riset bersama Felix K. Nesi sebelum menulis naskah skenarionya. Selama proses riset berlangsung, Reza Rahadian mengamati berbagai kehidupan dan orang-orang di sana. "Felix juga tinggal, menginap di sana, berbincang dengan teman-teman yang berprofesi sebagai pekerja di wilayah tersebut, di wilayah kopi pangku," kata Reza.
Jika Anda ingat, Felix K. Nesi adalah penulis novel Orang-orang Oetimu (2019).
Dalam penelitian mereka, mereka mengakui menemukan fakta-fakta mengejutkan tentang kehidupan para pelayan kopi pangku di pesisir Pantura. Kehidupan sehari-hari mereka sudah sangat berat. "Ketika melihat mereka, rasanya langsung ingin memberi dukungan atau sesuatu, sementara mereka justru yang memberikan dukungan. Berkebalikan. Mereka yang memberikan inspirasi," ujar Reza.
Menurut pengakuan Reza, orang-orang di sana justru tidak ingin dikasihani karena kondisi yang terus menghimpit. Meskipun hidup selalu terasa berat, semuanya tetap ikhlas menjalaninya. "Jawaban 'dijalani aja' itu bagi saya seperti, 'Bagaimana mereka bisa menjawab dengan sekuat itu?' 'Ya dijalani aja, bagaimana lagi?' Itu bagi saya adalah pernyataan yang luar biasa," kenang Reza.
Pengalaman luar biasa itu menjadi modal besar bagi Reza Rahadian untuk menceritakan kisah Pangku.
Sebagai informasi, Pangku menjadi debut sutradara Reza Rahadian. Film Pangku terinspirasi dari fenomena kopi pangku yang terjadi di beberapa daerah, terutama di jalur Pantura (Pantai Utara).
Mengapa perempuan menjadi pelayan kopi pangku?
Disebut 'kopi pangku' karena warung-warung tersebut tidak hanya menjual kopi, tetapi juga menyediakan layanan dari para perempuan yang akan menemani pembeli tersebut 'ngobrol' sambil duduk di pangkuannya. Pantura dan kopi pangku juga menjadi latar di film ini, meskipun saat ini praktiknya sudah mulai jarang ditemukan karena pergeseran sosial.
Jika merujuk pada penjelasan Eko Setiawan dalam "Menyingkap Fenomena Konstruksi Sosial Warung Kopi Pangku di Gresik" yang tayang di jurnalHabitusJurusan Sosiologi Universitas Brawijaya, pada dasarnya kopi pangku adalah kafe biasa yang mengubah penampilannya.
Kafe yang pada awalnya berfungsi sebagai tempat nongkrong, atau disebut cangkruk oleh orang Jawa Timur, seiring berkembangnya waktu melakukan berbagai upaya untuk menarik minat pelanggan. Salah satunya adalah dengan menyediakan pelayan perempuan. Bukan hanya perempuan, mereka yang dipilih biasanya memiliki wajah cantik dan penampilan menarik.
Seiring berjalannya waktu, warung kopi "biasa" itu berubah menjadi warung kopi dengan "layanan tambahan" di mana pelanggan akan ditemani oleh pelayan perempuan yang cantik dan biasanya berpakaian menarik. Orang-orang kemudian mengenalinya sebagai kopi pangku.
"Kafe pangku tidak hanya menyajikan rasa kopi yang enak, tetapi lebih menonjolkan keindahan pelayannya dengan pakaian yang minim, yang selalu melayani penikmat kopi dengan penuh perhatian ... inilah cara yang digunakan pemilik kafe untuk menarik pelanggan demi mencari keuntungan yang besar," tulis Eko.
Masih menurut Eko, ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang perempuan harus bekerja di warung kopi pangku. Setidaknya ada tiga faktor yang ditulis olehnya.
Faktor pertama tentu saja faktor ekonomi. "Faktor ekonomi menjadi alasan utama bagi perempuan untuk bekerja sebagai pelayan di kafe pangku ... untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu karena terbatasnya kesempatan kerja," tulis Eko.
Faktor kedua adalah faktor pendidikan. Menurut Eko, sebagian besar perempuan yang bekerja di warung pangku adalah perempuan dengan pendidikan rendah. Karena pendidikannya rendah, maka soft-skill mereka juga terbatas, sehingga sulit bersaing di dunia kerja yang membutuhkan keahlian tertentu.
"Secara umum mereka kesulitan bersaing di dunia kerja, sehingga memilih profesi sebagai pelayan di warung pangku. Pekerjaan ini termasuk mudah dan ringan serta tidak memerlukan keterampilan khusus sehingga cepat menghasilkan banyak uang," lanjut Eko.
Menurut keterangan informan Raflesia, tentu saja bukan nama aslinya, sebagaimana dicatat oleh penulis, dia awalnya merasa tidak nyaman jika harus bekerja di kafe, apalagi kebanyakan pengunjungnya adalah laki-laki. Tapi dengan ijazah yang hanya lulusan SMP, dia tidak bisa melakukan apa-apa.
Faktor ketiga adalah faktor keluarga. Menurut Eko, kebanyakan perempuan yang bekerja di kopi pangku berasal dari keluarga yang bermasalah. Lebih spesifiknya adalah perempuan yang bercerai dari suaminya.
"Kegagalan pernikahan membuat wanita memilih jalan pintas menjadi pelayan kopi pangku. Juga didorong oleh gejolak batik sebagai orang tua yang merasa tidak mampu membahagiakan anaknya, sehingga mereka memutuskan pergi merantau dari daerah asalnya untuk mencari pekerjaan yang menurut mereka mudah dilakukan - dalam hal ini adalah menjadi penjaga kopi pangku," tulis Eko lagi.
Berbagai reaksi warga terhadap warung pangku
Warung kopi pangku tidak tanpa reaksi dari masyarakat. Pada tahun 2018 lalu, sebuah warung kopi pangku di Desa Mekarsari, Kabupaten Tangerang, digerebek oleh polisi.
Razia dilakukan setelah polisi menerima laporan dari masyarakat sekitar bahwa di sana ramai perempuan berpakaian ketat. Kemudian polisi datang ke lokasi dan menemukan sepasang kekasih serta pemilik toko, YR (45).
Berdasarkan keterangan pemilik warung, tempat tersebut telah beroperasi selama tiga bulan. Selain membuka warung, pemilik juga menyediakan pekerja seks komersial (PSK).
Jauh sebelumnya, pada tahun 2012, warga di Sukomulyo, Manyar, Gresik, Jawa Timur, dilaporkan memaksa menutup sebuah kafe yang beroperasi di sana. Lebih dari satu kafe pangku yang mereka paksa tutup.
Mereka memulai penyisiran dari sebuah kafe di Jl. Kiai Safii Tenger, dilanjutkan ke kafe di Jalan Raya Sukomulyo Manyar, dan di belakang Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Manyar. Sejumlah pengunjung berhamburan saat warga mendatangi kafe tersebut, sementara sejumlah perempuan muda, rata-rata remaja (ABG), terlihat cemas.
Tuntutan warga pada saat itu adalah agar kafe gelap ditutup selamanya. Tujuannya adalah mencegah kemaksiatan, terlebih lagi saat itu mendekati bulan Ramadhan. Mereka juga berhasil memaksa pemilik kafe pangku untuk menandatangani surat pernyataan bahwa kafenya akan ditutup.