Ironi Negeri Kaya Gas, Industri Berteriak Pasokan Gas Murah Tidak Memadai

PESANKU.CO.ID, JAKARTA - Di tengah melimpahnya cadangan gas dalam negeri, masalah pasokan dan mahalnyaharga gasMasih menjadi masalah yang membuat pelaku industri waswas. Keterbatasan pasokan gas murah dianggap dapat menekan produktivitas manufaktur dan menimbulkan risiko deindustrialisasi.
Para pelaku usaha mengeluhkan bahwa alokasi kuota gas murah atauharga gas bumi tertentu (HGBT)saat ini untuk industri di bagian barat Jawa dibatasi di kisaran 60%-65% dan bagian timur sebesar 50%-55% dari total kuota yang diberikan. Selebihnya, pelaku usaha harus membayar dengan harga gas hasil regasifikasi LNG senilai US$15,3 perjuta unit termal Inggris(MMBtu)
Sementara itu, pemerintah telah menetapkan alokasi kuota gas murah untuk tujuh sektor industri, seperti pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet yang tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025.
HGBT dibedakan berdasarkan penggunaan gas alam sebagai bahan bakar sebesar 7 dolar AS per MMBtu dan sebagai bahan baku sebesar 6,5 dolar AS per MMBtu.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Saleh Husin mengatakan, harga gas yang terlalu tinggi dapat membuat industri nasional kehilangan daya saing. Pasalnya, gas alam merupakan komponen penting dalam proses produksi industri pengolahan, seperti pupuk, baja, semen, farmasi, keramik, tekstil, hingga makanan dan minuman.
"Jika harga gas terlalu tinggi, beberapa industri bisa beralih ke negara tetangga yang energinya lebih kompetitif," kata Saleh dalam acara Diskusi Kadin di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Menurut Saleh, jika industri dikenai harga gas regasifikasi LNG sebesar 16,77 dolar AS per MMBtu, maka banyak pelaku industri berisiko menghentikan operasi atau memindahkan pabrik ke negara tetangga yang menawarkan harga energi yang lebih murah.
Bahkan, kondisi ini juga dapat memicu lonjakan impor produk jadi, yang mengancam industri dalam negeri, serta menurunkan kontribusi sektor manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu, Saleh menegaskan bahwa kelanjutan pasokan energi, termasuk gas alam, merupakan kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8%.
"Untuk tumbuh 8%, industri harus tumbuh terlebih dahulu. Tanpa industri yang kuat, ekonomi tidak akan mencapai target tersebut," katanya.
Para pelaku usaha berharap pemerintah segera mengambil langkah strategis, termasuk memperbolehkan industri untuk mengimpor gas dengan mekanisme yang terukur, agar industri nasional tetap tangguh, efisien, dan kompetitif di pasar global.
Opsi Impor Gas
Para pelaku industri secara ramai-ramai mengusulkan impor gas alam cair ataugas alam cair(LNG) sebagai solusi sementara untuk memenuhi kebutuhan industri. Impor gas dilakukan dalam periode terbatas sambil menunggu pasokan dalam negeri untuk industri mencukupi.
"Contohnya, di dalam negeri terbatas ya Pak Dirjen [Migas ESDM] ini mungkin diperbolehkan bagi pelaku industri ini untuk mengimpor gas untuk kebutuhan industri, bukan kebutuhan importir umum," kata Saleh.
Agar kebijakan impor gas berjalan efektif dan tidak menimbulkan distorsi, Kadin meminta pemerintah menyusun kerangka hukum dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang menjamin kepastian pasokan dan distribusi gas bagi industri.
"Sektor industri membutuhkan kepastian kebijakan yang berkelanjutan. PP ini juga harus membuka ruang bagi industri untuk mengimpor gas secara mandiri dan membangun infrastruktur jaringan gas di kawasan industri," katanya.
Senada, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan mengatakan pihaknya mendukung terbukanya keran impor gas untuk memastikan industri tetap berproduksi.
"Kami melihat impor LNG ini sebagai salah satu solusi untuk mengurangi kelangkaan gas. Kedua, juga ada perbandingan bagaimana komposisi biaya tersebut bisa berasal dari berbagai pihak, jangansumber tunggaljadi keragaman sumber itu sangat penting,multisourcing," kata Yustinus dalam kesempatan terpisah.
Selanjutnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Sri Bimo Pratomo mengatakan bahwa opsi impor LNG juga dapat dilakukan dengan mengambil pasokan gas dari Amerika Serikat (AS).
Pasalnya, harga gas dari AS dinilai murah yaitu sebesar US$3,43 per MMBtu. Dengan impor gas dari AS, dia juga menilai hal ini dapat memperlancar negosiasi penurunan tarif resiprokal AS terhadap produk Indonesia sebesar 19%.
"Jika kita bisa, usulan kementerian kami ajukan, jika bisa kita impor dari Amerika, tentu nanti akan mendapatkan sebaliknya, mungkin dari 19% ini bisa diturunkan lagi tarif balasan kita ke Amerika sehingga produk-produk kami ini akan bisa bersaing di Amerika dan mungkin juga di dalam negeri dapat meningkatkan daya saingnya," tutupnya.
Sementara itu, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakankewajiban pasar domestik(DMO) untuk pasokan gas guna memastikan kebutuhan industri terpenuhi sebelum diekspor.
"Kami berharap pemerintah juga memikirkan hal-hal selain yang disebutkan sebelumnya terkait izin impor, tetapi kami juga menyoroti ekspor kita, mengapa kita tidak menerapkan sesuatu seperti DMO untuk batu bara, siapa tahu itu bisa diterapkan untuk energi gas," kata Ketua Umum Asaki Edy Suyanto.
Produksi Gas Domestik Diklaim Masih Cukup
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, pemerintah masih memprioritaskan produksi gas domestik untuk memenuhi kebutuhan nasional. Akibatnya, usulan impor gas alam cair atau LNG untuk industri belum dapat direalisasikan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Laode Sulaeman mengatakan, pihaknya memahami kondisi permintaan gas domestik yang terus meningkat. Namun, dia menilai ketersediaan gas dalam negeri masih dapat memenuhi kebutuhan pasar.
"Namun, saat ini kebijakan pemerintah memperhatikan ketahanan energi, jadi kita sebisa mungkin menahan impor saat ini," kata Laode.
Laode memastikan pihaknya akan menerima dan menghormati masukan atau usulan yang diajukan oleh pelaku industri. Namun, keputusan pemerintah saat ini masih bulat untuk tidak membuka keran impor LNG.
"Jadi kita menghormati masukan dari rekan-rekan industri. Tadi Pak Saleh [WKU Kadin Bidang Perindustrian] menyampaikan bahwa ada opsi untuk kita impor. Tapi masukan tadi kita tampung dulu," katanya.