Sosial Media
0
News
    Home berita masalah sosial pemerintah POLITIK politik dan pemerintahan

    Pengamat Memperingatkan Gaya Kepemimpinan Komando Bisa Mengurangi Kreativitas ASN DKI

    3 min read

    Pengamat Memperingatkan Gaya Kepemimpinan Komando Bisa Mengurangi Kreativitas ASN DKI

    PESANKU.CO.IDDirektur Jakarta Institute, Agung Nugroho menyoroti fenomena ketidaknyamanan sebagian besar Aparatur Sipil Negara (ASN) DKI Jakarta terhadap sosok pemimpin yang berasal dari Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) atau Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

    Menurutnya, hal itu bukan sekadar urusan asal kampus.

    Namun, di baliknya, terdapat masalah yang lebih dalam, yaitu mengenai benturan antara budaya birokrasi modern dan gaya kepemimpinan komando yang sulit menyatu dalam ritme kerja Jakarta.

    Menurutnya, resistensi ASN DKI terhadap figur lulusan STPDN muncul karena perbedaan paradigma dan karakter kepemimpinan yang cukup tajam.

    "ASN DKI sudah terbiasa dengan kerja kolaboratif, berbasis data, dan penuh dialog. Sedangkan lulusan STPDN dibentuk dalam sistem yang menekankan komando tunggal dan disiplin hierarkis. Dua dunia ini sering bertabrakan dalam praktik," kata Agung, dikutip pada Rabu (8/10/2025).

    Agung menyebut gaya kepemimpinan komando itu cocok di daerah dengan kultur sosial yang masih paternalistik, di mana pemimpin dipandang sebagai figur pengarah tunggal.

    Namun di Jakarta, dengan dinamika sosial-ekonomi yang kompleks dan ritme birokrasi yang cepat, gaya seperti itu justru bisa menciptakan jarak.

    "Begitu model komando diterapkan di birokrasi perkotaan, banyak PNS merasa kehilangan ruang berekspresi. Mereka tidak menolak disiplin, tapi menolak jika kreativitasnya dikebiri," katanya.

    Selanjutnya, Agung menghubungkan fenomena ini dengan situasi politik menjelang Pemilihan Gubernur DKI.

    Ia menilai, penempatan figur STPDN di jabatan strategis sering kali ditafsirkan sebagai sinyal politik dari pusat.

    "Di DKI, rotasi pejabat tidak pernah murni administratif. ASN sudah sangat sensitif dalam membaca arah kekuasaan politik," katanya.

    Menurut Agung, Jakarta selama ini menjadi laboratorium reformasi birokrasi nasional, antara lain terkait sistem yang transparan, berbasis teknologi, dan berada di bawah pengawasan publik yang ketat.

    Karena itu, muncul kekhawatiran bahwa gaya kepemimpinan yang berbasis kesetiaan bisa membawa birokrasi DKI kembali ke era lama yang tertutup dan feodal.

    "Jadi resistensi ini bukan soal benci terhadap STPDN, tapi soal menjaga agar birokrasi tetap modern, meritokrasi, dan bebas dari kepentingan politik jangka pendek," tegasnya.

    Agung juga menilai, PNS di Jakarta memiliki identitas profesional yang kuat.

    Mereka tidak melihat diri sebagai bawahan pasif, tetapi sebagai mitra kebijakan yang berpikir dan berinisiatif.

    "Pemimpin yang datang dengan gaya otoriter mungkin akan dituruti secara formal, tetapi bukan secara moral. Mereka akan diam — tapi mesin birokrasi berhenti berjalan," katanya.

    Sebaliknya, ketika gaya kepemimpinan kolaboratif diterapkan, semangat kerja ASN justru muncul secara sukarela.

    "Itu perbedaannya memimpin kota modern dengan memimpin daerah tradisional. Di Jakarta, yang dibutuhkan bukan pemimpin yang perkasa dalam apel pagi, tapi yang mampu menghidupkan ruang diskusi dan ide," kata Agung.

    Agung menegaskan, PNS DKI tidak menolak lulusan STPDN.

    Mereka hanya menolak jika Jakarta diperlakukan seperti kamp pelatihan.

    "Yang dibutuhkan adalah seorang pemimpin dengan pandangan terbuka, rasional, dan memahami kompleksitas perkotaan. Bukan yang hanya mengandalkan perintah dan barisan yang rapat," katanya.

    ASN Jakarta Obesitas

    Di sisi lain, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Ani Ruspitawati mengungkapkan, mayoritas Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta ternyata mengalami obesitas.

    Hal ini disampaikan Ani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan ASN yang dilakukan pada tahun 2024 lalu.

    "Ada beberapa hasil (pemeriksaan kesehatan) yang mungkin harus kita perhatikan, obesitas sebesar 62 persen dan yang kelebihan berat badan 15,4 persen," katanya di Balai Kota Jakarta, Jumat (18/7/2025).

    Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan tersebut, sebanyak 27,6 persen Aparatur Sipil Negara (ASN) DKI Jakarta juga mengalami hipertensi dan 5,7 persen terkena diabetes mellitus.

    "Ada juga yang mengalami masalah kejiwaan dan angkanya tidak sedikit, 15 persen," kata Ani.

    Mengacu pada data-data tersebut, Ani menyebutkan, Dinkes DKI Jakarta kini mulai memperkuat kampanye Jakarta Berjaga, yaitu Bergerak, Bekerja, Berolahraga, dan Bahagia.

    Melalui kampanye ini, seluruh Aparatur Sipil Negara di lingkungan Pemprov DKI Jakarta wajib berolahraga setiap hari Jumat.

    "Kami ingin terus mengkampanyekan bahwa hari Jumat adalah hari berolahraga bagi kita semua sebagai awal dari kehidupan yang sehat," katanya.

    Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno juga mendukung program ini dan akan mewajibkan seluruh ASN berolahraga setiap Jumat.

    Bahkan Wakil Gubernur Rano mengatakan, saat ini Gubernur Pramono Anung sedang menyiapkan instruksi gubernur (ingub) yang mengatur hal ini.

    "Tidak ada gunanya kita sejahtera jika kita tidak sehat, inti utamanya adalah kesehatan. Saya wajibkan setiap pagi Jumat kita berolahraga bersama di sini," katanya.

    "Agar kita bisa berolahraga dan semangat kerja pasti meningkat," tambahnya menjelaskan.

    Berita Terkait

    Baca berita lainnya di PESANKU.CO.ID atau langsung di halaman Indeks Berita di Google News

    Komentar
    Additional JS