MQK Internasional 2025 di Wajo Angkat Isu Lingkungan dan Perdamaian
1 min read
PESANKU.CO.ID, WAJO - Suasana khidmat namun penuh semangat menyelimuti Pondok Pesantren As'adiyah, Wajo, saat Menteri Agama Nasaruddin Umar membuka Musabaqah Qira'atil Kutub (MQK) Internasional 2025 pada Kamis (2/10/2025). Ini kali pertama santri Indonesia berkompetisi membaca kitab kuning bersama delegasi dari berbagai negara. Yang mengejutkan dari pidato pembukaan Menag adalah perbandingan angka kematian yang ia sampaikan. "Jumlah orang mati karena perang selama dua tahun ini, Rusia melawan Ukraina, Israel melawan sekitarnya, sekitar 67 ribu orang. Orang yang mati karena climate change 4 juta per tahun," ungkap Nasaruddin. Angka tersebut menjadi alasan kuat mengapa tema "Dari Pesantren untuk Dunia: Merawat Lingkungan dan Menebar Perdamaian dengan Kitab Turats" dipilih untuk ajang bergengsi ini. Banjir yang menyapu pemukiman, longsor di kaki gunung, dan berbagai penyakit akibat perubahan iklim telah merenggut jutaan nyawa setiap tahunnya. Nasaruddin menekankan perlunya pendekatan baru dalam memahami fikih lingkungan. "Perlu bahasa agama dalam rangka melestarikan lingkungan. Tidak bisa bahasa politik, dengan bahasa pemerintah, undang-undang, karena itu tidak menukik dalam hati masing-masing," jelasnya. Konsep yang ia usung adalah **ekoteologi** - sebuah pendekatan yang menghubungkan manusia, alam, dan Tuhan. "Jangan memperlakukan alam sebagai objek. Semua agama memerintahkan mencintai alam semesta," tegasnya. Menariknya, Menag menyatakan bahwa semakin manusia memperlakukan alam dengan sopan, semakin tertunda pula datangnya kiamat. Pernyataan ini menjadi cambuk bagi pesantren untuk berada di garda depan dalam mengembangkan kesadaran ekologi berbasis ajaran Islam. Selain isu lingkungan, Nasaruddin juga mengajak pesantren menghidupkan "kurikulum cinta" dalam pendidikan Islam. "Kalau cinta sudah bekerja dalam diri kita sendiri, dalam hati dan pikiran, selamat tinggal kemurkaan, perbedaan, pertentangan, perkelahian," ujarnya. Konsep cinta ini diyakininya sebagai inti dari teologi Islam yang mampu menyatukan berbagai perbedaan di tengah masyarakat yang semakin terpolarisasi. Dengan 42.369 pesantren dan 9,8 juta santri di seluruh Indonesia, Menag menegaskan bahwa pesantren adalah benteng terkuat bangsa. "Selama masih kuat ponpes, selama itu Indonesia tangguh. Karena itu siapa pun juga jangan mendiskreditkan pondok pesantren," katanya tegas. Jumlah santri Indonesia bahkan setara dengan populasi lebih dari 24 negara sekelas Brunei yang hanya berpenduduk 400 ribu jiwa. Angka fantastis ini menunjukkan betapa strategisnya peran pesantren dalam pembangunan karakter bangsa. MQK Internasional 2025 bukan hanya ajang berlomba membaca kitab kuning. Event ini menjadi wadah silaturahmi ulama, santri, dan akademisi lintas negara untuk saling berbagi ilmu dan memperkuat jaringan keilmuan Islam global. Dengan empat pilar fundamental - masjid, kiai, santri, dan kitab turats - pesantren kini ditantang untuk tidak hanya melestarikan tradisi, tapi juga menjawab tantangan zaman, dari krisis iklim hingga perpecahan sosial.(wan)