Setelah Mengembalikan Alphard yang Disita dari Rumah Immanuel Ebenezer, KPK Periksa Kabiro Humas Kemenaker

PESANKU.CO.IDSatu unit mobil merek Toyota Alphard yang pernah disita dari rumah mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer pada 26 Agustus 2025 lalu, kini telah resmi dikembalikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pasalnya, mobil tersebut diketahui merupakan mobil sewaan yang digunakan Kementerian Ketenagakerjaan sebagai kendaraan untuk aktivitas Immanuel Ebenezer.
Terhadap hal tersebut, KPK kemudian memutuskan untuk mengembalikan mobil yang pernah disita tersebut.
"Ternyata aset tersebut adalah aset yang disewa oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak swasta yang digunakan untuk operasional saudara IEG (Noel) sebagai wakil menteri," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (6/10/2025).
Budi mengatakan, fakta mengenai status mobil yang disewa diketahui oleh penyidik setelah memanggil sejumlah saksi, salah satunya Sekretaris Jenderal Kemenaker hingga pihak swasta.
"Ya, artinya pengembalian kendaraan ini adalah langkah profesional dan langkah progresif dari penyidik KPK," kata dia.
Kepala Biro Humas Kemenaker Diperiksa Sebagai Saksi dalam Kasus Immanuel Ebenezer
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Biro (Kabiro) Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Sunardi Manampiar Sinaga pada Selasa (7/10/2025).
Sunardi dipanggil sebagai saksi terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang menjerat mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam pernyataannya, Selasa.
KPK juga memanggil tiga orang saksi lainnya yaitu Rusmini selaku Direktur Utama PT Fresh Galang Mandiri; Rindana Khoirunisa selaku Staf PT Fresh Galang Mandiri; dan Sumijan selaku Direktur Utama PT Patrari Jaya Utama.
Meskipun demikian, Budi belum mengungkapkan materi pemeriksaan yang akan diteliti dari para saksi.
Kasus Immanuel Ebenezer
Sebelumnya, KPK menetapkan Immanuel Ebenezer dan 10 orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Kementerian Ketenagakerjaan pada Jumat (22/8/2025).
Para tersangka selain Immanuel Ebenezer adalah Irvian Bobby Mahendro selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 Kemenaker tahun 2022-2025, Gerry Adita Herwanto Putra selaku Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja Kemenaker.
Kemudian, Subhan selaku Subkoordinator Keselamatan Kerja Direktorat Bina K3 Kemenaker tahun 2020-2025, Anitasari Kusumawati selaku Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja Kemenaker, Fahrurozi selaku Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Kemenaker.
Kemudian, Hery Sutanto selaku Direktur Bina Kelembagaan Kemenaker 2021-2025, Sekarsari Kartika Putri selaku Subkoordinator, Supriadi selaku Koordinator, serta Temurila dan Miki Mahfud dari pihak PT KEM Indonesia.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa Noel diduga menerima Rp 3 miliar dari praktik pemerasan pengurusan sertifikat K3 di Kemenaker.
"Jumlah uang tersebut mengalir kepada pihak penyelenggara negara yaitu Saudara IEG (Immanuel Ebenezer) sebesar Rp 3 miliar pada Desember 2024," kata Setyo dalam konferensi pers, Jumat (22/8/2025).
Setyo menjelaskan, dalam perkara ini, KPK menduga ada praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 yang menyebabkan pembengkakan tarif sertifikasi.
"Dari tarif sertifikasi K3 sebesar Rp 275.000, fakta di lapangan menunjukkan bahwa para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp 6.000.000 karena adanya tindak pemerasan dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan pembuatan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih," kata Setyo.
KPK mencatat selisih pembayaran tersebut mencapai Rp 81 miliar yang kemudian mengalir kepada para tersangka, termasuk Rp 3 miliar yang dinikmati oleh Noel.
Setyo mengatakan, praktik pemerasan itu sudah terjadi sejak 2019 ketika Noel belum bergabung ke kabinet.
Namun, setelah menjadi orang nomor dua di Kemenaker, Noel justru membiarkan praktik korupsi tersebut terus berlanjut, bahkan ia ikut meminta jatah.
"Peran IEG (Immanuel Ebenezer) adalah dia tahu, dan bahkan membiarkan kemudian meminta. Jadi artinya proses yang dilakukan oleh tersangka ini bisa dikatakan diketahui oleh IEG," kata Setyo.
Akibat perbuatannya, Noel dan 10 tersangka lainnya dituduhkan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: Kompas.com