TNI dan Warga Sajoanging Bersihkan Sungai: Cegah Banjir Sebelum Hujan Datang
2 min read
PESANKU.CO.ID, WAJO - Sungai yang dulunya mengalir jernih kini berubah jadi genangan penuh sampah dan semak belukar. Di Lingkungan Jalang, Kelurahan Akkajeng, Kecamatan Sajoanging, pemandangan ini bukan lagi hal baru. Tapi Sabtu (25/10/2025), pemandangan itu berubah: puluhan orang berseragam loreng dan warga sipil turun ke sungai, menebas rumput liar, mengangkat sampah, dan memperlebar aliran air.
Dipimpin Serma Armansyah dari Koramil 1406-09/Sajoanging, karya bakti pembersihan sungai ini bukan sekadar aksi simbolis. Ini adalah upaya konkret mencegah banjir yang setiap musim hujan mengancam permukiman warga.
Kondisi sungai di Lingkungan Jalang mencerminkan masalah klasik di banyak wilayah Indonesia: masyarakat membuang sampah sembarangan, pemerintah daerah kewalahan mengelola limbah, dan infrastruktur drainase tidak terawat. Hasilnya? Sungai yang seharusnya jadi sumber kehidupan berubah menjadi ancaman bencana.
"Melalui karya bakti seperti ini, kami berupaya membantu pemerintah daerah menjaga kebersihan lingkungan dan mencegah terjadinya bencana banjir akibat tersumbatnya aliran air," ujar Serma Armansyah sambil mengawasi pembersihan.
Sungai yang tersumbat sampah dan semak belukar tidak hanya masalah estetika. Saat hujan deras, air tidak punya jalur keluar. Banjir meluap ke permukiman, merusak rumah, mencemari sumur, dan memicu penyakit. Pembersihan sungai adalah investasi pencegahan bencana yang jauh lebih murah dibanding biaya evakuasi dan rehabilitasi pascabanjir.
Serma Armansyah mengapresiasi partisipasi aktif warga dalam kegiatan ini. "Kami sangat mengapresiasi partisipasi warga. Semoga kegiatan seperti ini terus berlanjut agar lingkungan kita tetap bersih dan sehat," katanya.
Keterlibatan warga bukan hanya soal tenaga fisik, tapi juga soal kesadaran kolektif. Ketika warga sendiri turun membersihkan sungai, mereka mulai menyadari dampak buruk dari kebiasaan buang sampah sembarangan. Ini adalah edukasi lingkungan yang paling efektif: learning by doing, bukan sekadar ceramah atau spanduk imbauan.
Gotong royong yang ditunjukkan masyarakat Sajoanging membuktikan bahwa nilai luhur ini belum mati. Yang sering hilang bukan semangatnya, tapi pemicu dan fasilitatornya. Ketika ada yang mengambil inisiatif—dalam hal ini TNI—warga dengan senang hati ikut berpartisipasi.
Indonesia punya budaya reaktif dalam menghadapi bencana: baru bergerak setelah banjir terjadi, baru peduli setelah ada korban, baru membersihkan setelah air surut. Pendekatan preventif seperti yang dilakukan Koramil Sajoanging adalah langkah maju yang perlu direplikasi.
Membersihkan sungai sebelum musim hujan adalah tindakan antisipasi. Biayanya murah, dampaknya besar, dan melibatkan masyarakat secara langsung. Ini adalah model manajemen bencana berbasis komunitas yang efektif: tidak menunggu bantuan dari pusat, tapi membangun ketahanan dari tingkat kelurahan.
Warga Kelurahan Akkajeng menyambut positif kegiatan ini dan berharap bisa dilakukan secara rutin demi terciptanya lingkungan yang bersih dan asri. Harapan ini wajar, karena pembersihan sungai bukan pekerjaan sekali jadi. Sampah akan terus datang, rumput liar akan tumbuh kembali, dan endapan akan menyumbat aliran. Dibutuhkan komitmen jangka panjang, bukan euforia sesaat.(Wan)